Kode Etik Pemerintahan Lokal di Inggris.
Oleh: Tony Du Sautoy (Mantan Walikota Bath, Inggris, kini Konsultan National Democratic Institute)
(sebagai stud komparasi etikapemerintahan di Indonesia)
Latar Belakang histori
Pemerintahan lokal di Inggris selalu menyatakan bahwa mereka memiliki standar etika yang tinggi, namun dari waktu ke waktu etika yang dianut tidak dapat mencegah terjadinya kasus-kasus korupsi baru.
Selama hampir 100 tahun anggota parlemen (council) patuh pada hukum nasional yang didesain untuk mengeliminasi praktek korupsi dan politik uang (money politics). Pada dasarnya setiap anggota harus mendeklasrasikan ”pecuniary interest”. Misalnya saja, jika anggota parlemen mempunyai kepemilikan properti, atau bisnis lain yang memungkinkan untuk mempengaruhi suatu keputusan. Kepentingan-kepentingan itu harus didaftarkan, dan anggota parlemen yang bersangkutan tidak diperbolehkan mengikuti diskusi publik atau pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingannya tersebut. Sanksi dari ketidakpatuhan ini dapat berupa denda dan atau dipenjara, bahkan dapat didiskualifikasi keanggotaannya.
Peraturan ini sukses dalam menngontrol korupsi, namun lemah dalam kontrol terhadap kolusi atau nepotisme. Oleh karena itu, sejak 1990 asosiasi pemerintahan lokal beserta pemerintah pusat mempelopori adanya sebuah voluntary code of conduct, yang diadopsi secara menyeluruh oleh pemerintahan lokal, namun tanpa sangsi hukum yang signifikan.
Beberapa kasus korupsi besar yang terjadi dalam Parlemen Nasional telah menimbulkan perhatian besar media dan opini publik, yang mengarah pada pembentukan suatu Standar Komisi Nasional dalam kehidupan publik, yang mengarah pada peraturan-peraturan baru mencakup semua tingkatan pemerintah termasuk pemerintahan lokal. Untuk pemerintahan lokal mengarah pada penerapan 10 prinsip, code of conduct yang baru dan sebuah Dewan standar nasional (National Standard Board).
Sepuluh prinsip
Sepulu prinsip yang harus diterapkan oleh konsul terpilih adalah sebagai berikut:
1. Selflessness: Anggota hanya melayani kepentingan publik dan tidak diperbolehkan memberikan keuntungan atau kerugian pada seseorang secara tidak layal (improperly).
2. Honesty and Integrity: Anggota tidak diperbolehkan menempatkan dirinya pada situasi dimana kejujuran dan integritasnya dipertanyakan, tidak berperilaku tidak layak serta harus menghindari segala perilaku tersebut dalam semua kegiatan/acara.
3. Objectivity: Anggota harus mengambil keputusan berdasarkan fakta, termasuk saat membuat perjanjian, kontrak atau merekomendasikan seseorang untuk mendapatkan penghargaan (rewards or benefit).
4. Accountability: Anggota harus mempunyai akuntabilitas dihadapan publik terhadap seluruh tindakannya, dan harus sepenuhnya dapat bekerjasama serta jujur dengan penuh kehati-hatian.
5. Openness: Anggota harus selalu terbuka dalam segala tindakan yang mencakup kewenangannya serta harus mempunyai penjelasan terhadap tindakan-tindakannya tersebut.
6. Personal Judgement: Anggota harus memperhatikan pandangan anggota lain, termasuk kelompok politik mereka, namun harus mempunyai kesimpulan sendiri terhadap isu yang dibicarakan, dan bertindak dalam lingkup kesimpulan-kesimpulan tersebut.
7. Respect for Others: Anggota harus mengedepankan keseteraan dengan tidak melakukan diskriminasi hukum terhadap semua orang, dan dengan memperlakukan orang dengan kehormatannya tanpa memperhatikan ras, umur, agama gender, orientasi seksual atau ketidakmampuan.
8. Duty to Uphold the Law: Anggota harus menegakkan hukum, dalam segala kondisi, berlaku dalam keserasian dan kepercayaan yang diberikan publik kepadanya.
9. Stewardship: Anggota harus melakukan apa pun yang dapat mereka lakukan, untuk meyakinkan bahwa otoritas mereka menggunakan sumber-sumber yang prudent dan dalam lingkup hukum.
10. Leadership: Anggota harus mendepankan dan mendukung prinsip-prinsip ini dengan jiwa kepemimpinan dan selalu bertindak dalam jalur yang menjaga keyakinan publik.
Sebuah code of conduct bagi para anggota
Kesepuluh prinsip ini harus diinformaskan dalam sebuah rincian aturan perilaku (code of conduct) bagi para anggota. Sebuah model nasional yang telah dipublikasikan dan menjadi acuan bagi seluruh otoritas. Seluruh Konsul Inggris mengadopsi kode (aturan) nasional ini, sementara, beberapa Konsul membuat sendiri aturan mereka. Aturan ini memasukkan daftar properti, pekerja, kontrak-kontrak dan hal-hal yang berhubungan dengan finansial lainnya serta suatu prosedur untuk mencegah keterlibatan individu (personal interest) dalam pengambian keputusan. Terdapat beberapa pengecualian jika keterlibatan itu menyangkut suatu persoalan umum yang berakibat langsung terhadap masyarakat. Sebagai contoh adalah menaikan ongkos transport publik.
Standar komite lokal (local standar committees)
Sebagai tambahan, seluruh konsul harus membuat suatu komite standar untuk pngawasan dan penerapan standar-standar etika tersebut. Hal ini termasuk sangsi bagi anggota yang melanggar aturan. Sangsi ini dapat berbentuk skorsing atau pemecatan (diskualifikasi) terhadap anggota tersebut. Pelanggaran kriminal, penyuapan misalnya, akan diproses dengan sistem hukum yang normal, tetapi pengakuan (terhadap tindakan kriminal tersebut) akan membuat anggota secara otomatis didiskualifikasi oleh komite standar. Komite ini sendiri harus terdiri dari anggota yang independen dan wakil gereja di daerah tersebut.
Dewan Standar Nasional ( The Standards Board)
Untuk mengatur serta mengawasi proses-prosesnya maka dibentuk suatu organisasi nasional. Organisasi ini mengawasi (supervisi) komite-komite lokal, namun yang terpenting, organisasi nasional menerima dan memproses keberatan-keberatan mengenai pelanggaran terhadap codes of conduct ini. Dalam kasus-kasus tersebut, setelah dilakukan penyelidikan dan menganggap bahwa kasus ini layak diteruskan, maka dibentuk satu komisi tribunal untuk mendapatkan satu keputusan (normal conclusion). Keputusan ini akan ditindak lanjuti oleh komite lokal yang berkepentingan.
Kesimpulan
Pemerintahan lokal di Inggris secara umum diyakini bersih. Namum suatu sistem yang mempercayakan penyelenggaraannya pada orang-orang setempat (local people) yang juga dipercaya untuk mengambil keputusan yang bersifat lokal, namun berdampak pada kesejahteraan individu maupun kelompok, selalu akan memberi celah pada segala bentuk korupsi dan kroniisme. Karena itulah diadopsi suatu sistem yang kuat, untuk meyakinkan bahwa wakil-wakil kepercayaan para pemilih dapat memelihara demokrasi (lokal).Namun jika kepercayaan itu hilang atau rusak, maka demokrasi sendirilah yang akan jadi korbannya.